BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Pengangguran
atau tuna karya adalaha istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali,
sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau
seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini
merupakan salah satu permasalahan dalam ekonomi yang paling sulit diselesaikan
sampai detik ini, apalagi untuk Negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Bila kita lihat dari tahun ke tahun, jumlah pengangguran justru makin banyak
bukannya makin sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang
sudah ada tidak sanggup untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih cepat
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang makin pesat.
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi
pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk.
Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen.
Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika
pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap
pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400
ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya
akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata
2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang
tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di Indonesia
bertambah.
Masalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di
Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Hal tersebut disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar
dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap
tahunnya. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan
ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran
merupakan salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi
setiap negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi
masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of
unemployment).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian definisi
pengangguran?
2.
Apa yang menjadi masalah
pengangguran di indonesia?
3.
Bagaimana keadaan Pengangguran di
Indonesia?
4.
Bagaimana keadaan angkatan kerja
dan kesempatan kerja?
5.
Pengangguran mengakibatkan
kemiskinan?
6.
Sajian data Pengangguran di
indonesia?
7.
Mengetahui dampak pengangguran di
Indonesia terhadap pertumbuhan asean?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI PENGANGGURAN
Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang
dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak
bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian
mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut.
Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran
diantaranya:
- Definisi pengangguran menurut
Sadono Sukirno
Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya.
- Definisi pengangguran menurut
Payman J. Simanjuntak
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia
angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari
selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.
- Definisi pengangguran menurut
Menakertrans
Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang
mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan
karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Dalam salah satu bagian paparan Menteri menyebutkan,
bahwa pembukaan UUD 1945 mengamanatkan: “… untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa …”. Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa : ” tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” dan pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan
bahwa:” Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
2.2 MASALAH PENGANGGURAN DI
INDONESIA
Pengangguran
adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari
kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang
berusaha mendapatkan pekerjaan. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah
angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu
menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan
berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah
sosial lainnya. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara
membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang
dinyatakan dalam persen Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus
mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat
menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan
politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi.
Masalah
ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang
besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya
pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber
daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama
kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan
dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pembangunan
bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia
Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian
kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai
pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya. Dalam pembangunan
Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan
fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan
kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu
keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan
tingkat suku bunga kecil yang mendukung.
Kebijakan
Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.Gerakan Nasional Penanggulangan
Pengangguran (GNPP), Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh kaum muda,
maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan
perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak. Berdasarkan
kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran
(GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan
daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program
penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan
regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan
pengangguran dan setengah pengangguran.
Menyadari
bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung
jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung
jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha,
maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan kebijakan dan
program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan
dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya. Sementara itu dalam
Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Februari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob
Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi
penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi keadaan pengangguran dan
setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja;
serta sasaran yang akan dicapai.
Dalam konteks ini kiranya paparan tersebut masih
relevan untuk diinformasikan. Dalam salah satu bagian paparannya Menteri
menyebutkan, bahwa pembukaan UUD 1945 mengamanatkan: “… untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa …”. Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa : ” tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” dan pada Pasal 28 D ayat (2)
menyatakan bahwa:” Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hal ini berarti, bahwa
secara konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan
dalam jumlah yang cukup, produktif dan remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini
perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah
dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan, serta mendorong segera dapat
dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran. Selanjutnya Menakertrans
menyatakan, Depnakertrans dengan mengikut sertakan pihak-pihak terkait sedang
menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam proses penyusunan ini
telah dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena
jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga
kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga
kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena
pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja,
yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya
akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang
menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll.
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002,
sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang
berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78
juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7
juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi
seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional. Masalah
lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam
kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang.
Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah
dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah.
Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah
38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
Masalah ketenagakerjaan menjadi semakin pelik karena
setiap tahun upah buruh diwajibkan naik. Padahal penentuan upah buruh tidak
dikaitkan secara langsung dengan produktivitas tenaga kerja. Dalam batas
tertentu, hal itu akan menyebabkan biaya produksi meningkat dan pada gilirannya
akan mempengaruhi daya saing. Jika persoalan ini tidak diselesaikan, konflik
antara pengusaha dan tenaga kerja akan tetap berlanjut.
2.3 KEADAAN
ANGKATAN KERJA DAN KESEMPATAN KERJA
Masalah pengangguran dan setengah
pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya angkatan
kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang.
Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak
20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini
berarti bahwa angkatan kerja. Di Indonesia kualitasnya masih rendah. Keadaan
lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran tersebut
adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang
yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan
kerja ini berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat
produktivitasnya masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan
kerja yang tersedia tersebut berstatus informal. Ciri lain dari kesempatan
kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Ini
menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan
berpendidikan rendah. Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa kesempatan
kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan memberikan
imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga kerja
rendah
2.4 PENGANGGURAN
MENGAKIBATKAN KEMISKINAN
Di negeri
ini, kemiskinan adalah simbol sosial yang nyaris absolut dan tak terpecahkan.
Sejak masa kolonial hingga saat ini, predikat negeri miskin seakan sulit lepas
dari bangsa yang potensi kandungan kekayaan alamnya terkenal melimpah. Cerita
pilu kemiskinan seakan kian lengkap dengan terjadinya berbagai musibah alam dan
bencana buatan: gempa bumi, tsunami, lumpur panas Lapindo, dan kebakaran hutan
yang diikuti kabut asap. Kantung-kantung kemiskinan di negeri ini kian hari
kian menyebar bak virus ganas, mulai dari lapis masyarakat pedesaan, kaum urban
perkotaan, penganggur, hingga ke kampung-kampung nelayan. Lepas dari perdebatan
indikator yang digunakan, data kemiskinan di negeri ini terus menunjukkan trend
memburuk.
Jumlah
orang miskin di Indonesia mencapai 17 persen dari populasi penduduk yang kini
telah mencapai angka 220 juta jiwa. Menurut data resmi Susenas (BPS,
2006), jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 juta jiwa (15,97 persen)
menjadi 29,05 juta jiwa (17,75 persen). Sementara jumlah penganggur menurut
data Sakernas (BPS, 2006) juga terus meningkat dari 10,9 juta jiwa
(10,3 persen) pada Februari 2005 menjadi 11,1 juta jiwa (10,4 persen) pada
Februari 2006. Padahal, perang melawan kemiskinan sudah ditabuh sejak lama di
negeri ini. Di era Orde Baru, misalnya, pemerintah menggalang berbagai sarana
dan cara untuk mengatasi kemiskinan. Pembangunan fisik digenjot di berbagai
bidang, pertumbuhan ekonomi menjadi fokus perhatian, investasi asing
digalakkan, berbagai jenis skema kredit investasi kecil dan kredit modal kerja
digelar, bahkan utang luar negeri pun ditempuh sebagai alternatif untuk
menopang idea of progress bernama pembangunan.
Akan
tetapi, karena keberpihakan ideologis pemerintah tak jelas, hasil pembangunan
ala Orde Baru itu tak bisa sepenuhnya bisa dirasakan rakyat lapis bawah. Yang
terjadi, seluruh angka-angka keberhasilan pembangunan yang digarap secara
intens selama 30 tahun itu, rontok tersapu krisis ekonomi dan gejolak politik
tahun 1998. Meski pemerintahan terus berganti, kemiskinan tetap saja menjadi
virus endemis yang terus mendera rakyat. Secara empirik, data pemerintah
menunjukkan, 70 persen rakyat kita menggantungkan sumber penghidupannya dari
sektor ekonomi mikro berbasis sumber daya alam terbarukan. Jika negara tak
sanggup menyatakan perang terhadap kemiskinan, gagal dalam memerangi korupsi,
dan tetap malas melaksanakan agenda reformasi sebagai perintah konstitusi, maka
kemiskinan bangsa—yang di masa kolonial pernah disebut ”nation van
Koelis”—mungkin akan menjadi simbol abadi negeri ini.
2.5 SAJIAN
DATA PENGANGGURAN DI INDONESIA
1. Angka
Pengangguran Terbuka di Indonesia
Salah satu jenis pengangguran yang bisa diukur dengan
data Sakernas adalah pengangguran terbuka dan setengah pengangguran.
Pengangguran terbuka artinya orang yang tidak bekerja dan sedang mencari
pekerjaan, sedang mempersiapkan usaha, sudah punya pekerjaan tapi belum
dimulai, dan orang yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan.
2. Angka
Pengangguran Menurut Umur
Pengangguran di Indonesia sudah mencapai 11 juta (usia 15
tahun keatas) dan 8,5 juta-nya penduduk usia 15-29 tahun. Pengangguran terbuka
banyak terjadi di usia remaja 15 sampai 29 tahun (23%). Di usia tersebut banyak
sekali lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan, dari yang baru lulus
SMP, SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang tidak sekolah. Sedangkan untuk
usia 30-49 tahun, jumlah penganggurannya tidak terlalu tinggi (hanya 4%).
3. Angka
Pengangguran Menurut Perkotaan atau Pedesaan
Kita semua sudah tahu bahwa sebagian besar pekerjaan
tersedia lebih banyak di perkotaan, sekaligus pekerjaan di perkotaan menjajikan
lebih banyak pendapatan. Inilah yang menyebabkan pencari kerja berbondong-
bondong ke perkotaan yang berakibat angka pengangguran terbuka di kota lebih
besar (13,3%) dibandingkan pedesaan (8,4%).
Selain itu yang menarik lagi perempuan penganggur usia 15
tahun lebih di pedesaan hampir sama dengan penganggur laki-laki di kota. Ini
yang mungkin patut dicermati oleh pemerintah yang ingin mengurangi
pengangguran. Penciptaan lapangan pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan,
pedesaan-pun butuh kegiatan-kegiatan yang mendatangkan pendapatan. Terutama
lapangan pekerjaan yang bisa memperdayakan perempuan yang ingin bekerja dan
penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan.
Dari data sejumlah negara dapat dilhat posisi Indonesia
pada peringkat ke 133, kita kalah jauh dari Singapura, Thailand, Malaysia,
Brunei Darusalam bahkan Myanmar. Sungguh mengherankan negara dengan sumber daya
alam yang banyak dan dapat dikatakan kaya memiliki tingkat angka pengangguran
yang tinggi, sungguh sulit dipercaya. Dengan ini kita hanya dapat berharap
pemerintah dapat bertindak untuk menyelesaikan masalah keterpurukan
perkembangan ekonomi di Indonesia dan tentunya dengan usaha dari diri kita
masing- masing.
2.6 DAMPAK
PENGANGGURAN DI INDONESIA TERHADAP PERTUMBUHAN ASEAN
Presiden
menyatakan, besarnya tingkat pengangguran di Indonesia merupakan masalah
ketenagakerjaan yang paling mengkhawatirkan di kawasan ASEAN, karena itu
Presiden mengajak ASEAN menyimak lebih dekat kepada persoalan ketenagakerjaan.
"Pengangguran tak hanya menampilkan masalah ekonomi tetapi juga membawa
dampak luas di bidang sosial, keamanan dan politik yang pada gilirannya
menimbulkan gangguan, stabilitas nasional dan akhirnya menjadi ketegangan dalam
hubungan antarbangsa-bangsa di kawasan ini," katanya saat membuka pertemuan
ke-17 Menteri Tenaga kerja ASEAN di Mataram, NTB, Kamis (8/5).
Pertemuan
internasional pertama di Mataram sejak terjadinya tragedi bom Bali itu diikuti
seluruh negara ASEAN, yakni tujuh menteri tenaga kerja, satu menteri negara,
dan dua deputy menteri. Selain itu juga diikuti tiga wakil menteri dari negara
mitra dialog dari China, Jepang, dan Korea Selatan termasuk dari perwakilan
Organisasi Buruh Internasional, serta dari Sekretariat Jenderal ASEAN. Presiden
menyebutkan pengangguran di Indonesia hingga akhir tahun 2001 mencapai angka
8,1 persen. Bila itu yang menjadi tolok ukur, maka angka itu paling menyimpan
kekhawatiran di kawasan ASEAN. "Angka tersebut lebih tinggi bila dibanding
dengan realisasi pertumbuhan ekonomi serta kemampuan kami dalam mengundang
investasi," katanya. Dalam konteks ASEAN, meluasnya situasi seperti itu
jelas sangat mengkhawatirkan dan sungguh memerlukan kewaspadaan.
Dari
sudut pandang tersebut Kepala Negara mengajak para menteri tenaga kerja ASEAN
untuk menyimak lebih dekat persoalan ketenagakerjaan di kawasan ASEAN. Presiden
memahami pemulihan ekonomi yang besar peranannya dalam penciptaan lapangan
kerja akan sangat berkaitan dengan kebijakan di banyak aspek, seperti fiskal,
investasi, pembiayaan dan perbankan, hukum dan keamanan. Sejak lebih dari tiga
dasawarsa yang lalu, kata Megawati, para pendahulu ASEAN telah bekerja keras
membangun dasar-dasar kerjasama dan solidaritas bangsa-bangsa di kawasan ini,
dengan keyakinan bahwa hanya dengan stabilitas politik dan keamanan di kawasan
masing- masing dapat membangun kehidupan yang sejahtera dan maju.
Dengan
perkembangan dan kemajuan yang dialami saat ini, bangsa-bangsa dan negara ASEAN
telah semakin berubah menjadi masyarakat besar yang kian terbuka. Sekecil apa
pun perkembangan negatif yang terjadi di suatu negara akan menjalar dan memberi
pengaruh terhadap bangsa-bangsa lainnya di kawasan. Presiden menggambarkan di
Indonesia bahwa pemerintahannya baru saja selesai memperbaiki pengaturan
mengenai perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja terutama soal pengupahan,
jaminan sosial, PHK ataupun mekanisme tripartit dan lain-lainnya dalam rangka
penyeimbangan antara hak dan kewajiban tenaga kerja dan pemberi kerja.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pengangguran umumnya
disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan
pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan
masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan
masalah-masalah sosial lainnya. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur
harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan.
Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan keluarganya. Indonesia menempati urutan ke 133 dalam hal tingkat
pengangguran di dunia, semakin rendah peringkatnya maka semakin banyak pula
jumlah pengangguran yang terdapat di Negara tersebut. Untuk mengatasi masalah
pengangguran ini pemerintah telah membuat suatu program untuk menampung para
pengangguran. Selain mengharapkan bantuan dari pemerintah sebaiknya kita secara
pribadi juga harus berusaha memperbaiki kualitas sumber daya kita agar tidak
menjadi seorang pengangguran dan menjadi beban pemerintah.
3.2 SARAN
Menciptakan
lapangan kerja bagi para penggemar sesuai pendidikan dan keterampilannya. Meningkatkan
kualitas pendidikan untuk mempersiapkan lulusan yang berkompeten dan memiliki
keterampilan serta tidak semata-mata disiapkan untuk menjadi tenaga kerja namun
sebagai pembuka lapangan kerja baru. Diharapkan kepada setiap pribadi mempunyai
semangat untuk maju, sanggup merealisasikan potensi terbaiknya serta dapat
menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk dirinya sendiri maupun untuk
masyarakat luas. Segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang
tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas
transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para
penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Segera membangun lembaga
sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Segera menyederhanakan
perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat
investasi.
DAFTAR PUSTAKA
»
http://www.tempointeraktif.com, 2007 Masalah Pengangguran di
Indonesia
»
http://www.datastatistik-indonesia.com, 2007
»
http://www.dephan.go.id, 2007
http://www.google.co.id, 2007
»
http://www.andisite.com, 2007
»
http://www.instruments.worldpress.com, 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar