Pokok pikiran dalam UU Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal-pasal di bawah ini :
-Pasal 8 Pengakuan Informasi
Elektronik
-Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman
Elektronik
TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam
pasal-pasal berikut ini:
-Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan
Pesan
-Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
-Pasal 21 Catatan Yang Dapat
Dipindahtangankan
Dari Pasal–pasal diatas, semua
adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian
informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.
Manfaat
pelaksanaan UU ITE
1. Transaksi dan sistem elektronik
beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus
memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi
penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. E-tourism mendapat perlindungan
hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan
mempermudah layanan menggunakan ICT.
3. Trafik internet Indonesia
benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan
potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya
indonesia
4. Produk ekspor indonesia dapat
diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus
memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
Efektifitas
UU ITE Terhadap Tekonologi Informasi
Bila dilihat dari content UU ITE,
semua hal penting sudah diakomodir dan diatur dalam UU tersebut. UU ITE sudah
cukup komprehensif mengatur informasi elektronik dan transaksi elektronik. Beberapa
cakupan materi UU ITE yang merupakan terobosan baru. UU ITE yang mana mengakui
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tandatangan
konvensional (tinta basah dan materai), alat bukti elektronik diakui seperti
alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP, Undang-Undang ITE berlaku untuk
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum baik yang berada di wilayah
Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki akibat hukum di Indonesia. Penyelesaian
sengketa juga dapat diselesaikan dengan metode penyelesaian sengketa alternatif
atau arbitrase. Setidaknya akan ada sembilan Peraturan Pemerintah sebagai
peraturan pelaksana UU ITE, sehingga UU ini dapat berjalan dengan efektif.
Dampak UU
ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25
Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain
dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat
Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran
terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini
sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan. Tentu saja posisi itu
jauh berada di belakang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan
beberapa negara berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan
Singapura, mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika
Indonesia sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit
(carding).
Pengaruh
UU ITE
Maraknya
carding atau pencurian kartu kredit di internet berasal dari Indonesia, hal ini
memungkinan Indonesia dipercaya oleh komunitas ”trust” internasional menjadi
sangat kecil sekali. Dengan hadirnya UU ITE, diharapkan bisa mengurangi
terjadinya praktik carding di dunia maya. Dengan adanya UU ITE ini, para
pengguna kartu kredit di internet dari negara tidak akan di-black list oleh
toko-toko online luar negeri. Sebab situs-situs seperti www.amazon.com selama
ini masih mem-back list kartu-kartu kredit yang diterbitkan Indonesia, karena
mereka menilai belum memiliki cyber law. Nah, dengan adanya UU ITE sebagai
cyber law pertama di negeri ini, negara lain menjadi lebih percaya atau trust.
Dalam Bab VII UU ITE disebutkan:
Perbuatan yang dilarang pasal 27-37, semua Pasal menggunakan kalimat, ”Setiap
orang… dan lain-lain”. Padahal perbuatan yang dilarang seperti: spam, penipuan,
cracking, virus, flooding, sebagian besar akan dilakukan oleh mesin olah
program, bukan langsung oleh manusia. Banyak yang menganggap ini sebagai suatu
kelemahan, tetapi ini bukanlah suatu kelemahan. Sebab di belakang mesin olah
program yang menyebarkan spam, penipuan, cracking, virus, flooding atau tindakan
merusak lainnya tetap ada manusianya, the man behind the machine. Jadi tak mungkin
menghukum mesinnya, tapi orang di belakang mesinnya.
Dari
hasil studi lapangan “Pengaruh Penerapan UU ITE terhadap Kegiatan Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi” dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada 25 Maret 2008, DPR telah
mengesahkan rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE). Pengesahan ini merupakan sesuatu yang menggembirakan dan telah
ditunggu-tunggu oleh banyak pihak untuk keluar dari pengucilan dunia
internasional. Sayangnya, masyarakat terlalu terfokus pada larangan atas
pornografi internet dalam UU ITE sehingga melupakan esensi dari UU ITE itu
sendiri. Sebagai sebuah produk hukum, UU ITE merupakan suatu langkah yang amat
berani dengan memperkenalkan beberapa konsep hukum baru yang selama ini kerap
menimbulkan polemik.
2. Dampak UU ITE :
a. Dampak Positif:
-Transaksi dan sistem elektronik
beserta perangkat pendukungnya mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus
memaksimalkan manfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk menjadi
penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi Keandalan.
-E-tourism mendapat perlindungan
hukum. Masyarakat harus memaksimalkan potensi pariwisata indonesia dengan
mempermudah layanan menggunakan ICT.
-Trafik internet Indonesia
benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan
potensi akses internet indonesia dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya
indonesia
-Produk ekspor indonesia dapat
diterima tepat waktu sama dengan produk negara kompetitor. Masyarakat harus
memaksimalkan manfaat potensi kreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain.
b.Dampak Negatif:
-Isi sebuah situs tidak boleh ada
muatan yang melanggar kesusilaan. Kesusilaan itu bersifat normatif. Mungkin
situs yang menampilkan foto-foto porno secara vulgar bisa jelas dianggap
melanggar kesusilaan. Namun, apakah situs-situs edukasi AIDS dan alat-alat
kesehatan yang juga ditujukan untuk orang dewasa dilarang? Lalu, apakah
forum-forum komunitas gay atau lesbian yang (hampir) tidak ada pornonya juga
dianggap melanggar kesusilaan? Lalu, apakah foto seorang masyarakat Papua bugil
yang ditampilkan dalam sebuah blog juga dianggap melanggar kesusilaan?
-Kekhawatiran para penulis blog
dalam mengungkapkan pendapat. Karena UU ini, bisa jadi para blogger semakin
berhati-hati agar tidak menyinggung orang lain, menjelekkan produk atau merk
tertentu, membuat tautan referensi atau membahas situs-situs yang dianggap
ilegal oleh UU. Kalau ketakutan menjadi semakin berlebihan, bukanlah malah
semakin mengekang kebebasan berpendapat.
-Seperti biasa, yang lebih
mengkhawatirkan bukan UU-nya, tapi lebih kepada pelaksanaannya. Semoga saja UU
ini tidak menjadi alat bagi aparat untuk melakukan investigasi berlebihan
sehingga menyentuh ranah pribadi. Karena seperti Pak Nuh bilang, UU ini tidak
akan menyentuh wilayah pribadi. Hanya menyentuh wilayah yang bersifat publik. Kata
orang di bawahnya (yang mungkin nggak mengerti konteks) bisa diinterpretasi
macam-macam.
3. Disamping banyak manfaat yang
dirasakan namun masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui informasi tentang
UU ini bahkan ada yang sama sekali tidak peduli. Pemerintah harus lebih
mengembangkan dan mensosialisasikan UU ITE agar dipahami dan diterapkan oleh
masyarakat.
sumber : http://iamfunnyfany.blogspot.com/2014/04/tulisan-8-etika-profesionalisme-tsi.html